Hidup Miskin Tapi Gaya | Komunitas La Sape di Kongo
Komunitas La Sape di Kongo – Ada banyak cara dalam mengekspresikan diri, salah satunya dengan memakai pakaian mahal. Menjadi kebutuhan primer selain pangan dan papan, sandang atau baju tidak hanya berfungsi melindungi tubuh dari pengaruh buruk lingkungan. Namun bagi sebagian orang, pakaian juga dianggap sebagai suatu hal yang prestius untuk meningkatkan kepercayaan diri. Termasuk pula bagi kelompok La Sape di Kongo.
Sekelompok manusia yang mengatasnamakan dirinya sebagai La Sape, kerap mencuri perhatian dunia. Pasalnya, beberapa orang tersebut berpakaian mencolok di saat tetangga di sekitarnya jauh dari kata sejahtera. Demi mampu bersaing dan berlenggak-lenggok layaknya model di atas panggung, sejumlah penduduk Kongo tersebut rela menahan lapar asalkan penampilan tetap memukau.
Dilansir dari laman Roots & Routes, kelompok La Sape memiliki nama asli Societe des Ambianceurs et des Personnes Élégantes, dipelopori oleh seorang pria Kongo asli, yakni Andre Grenard Matsoua. Dia adalah seorang imigran yang pulang dari Paris ke Kongo dengan berpakaian seperti ‘Monsieur’ Perancis pada 1920. Sebagai salah satu negara jajahan Negeri Menara Eiffel, penduduk negara yang dulunya dikenal dengan Zaire tersebut memiliki stigma ‘kasar’ dan ‘telanjang’. Sementara bangsawan Perancis berpenampilan anggun dalam balutan setelan warna-warni ketika menonton konser Jazz.
Komunitas La Sape di Kongo
Melansir dari Le Journal International, awal mula keberadaan La Sape ditelusuri kembali ke tahun-tahun awal kolonialisme di negara itu. Prancis telah mencoba membudayakan orang-orang Afrika dengan memberi mereka pakaian bekas Eropa sebagai upah atas pengabdian mereka. Hal ini kemudian berlanjut dan menjadi gerakan sosial yang dihidupkan kembali pada tahun 1970 oleh musisi Papa Wemba, di Kinshasa, ibukota Republik Demokratik Kongo.
Menurut Tariq Zaidi, penulis buku Sapeurs: Ladies and Gentlemen of the Congo, seorang Sapeur rela menabung selama bertahun-tahun demi mengumpulkan uang hingga US$ 2.000 atau sekitar Rp 28 juta yang kemudian digunakan untuk membeli sebuah jas trendi rancangan desainer ternama. Anggota La Sape tak sudi pakai barang palsu. Dengan penghasilan yang pas-pasan, mereka menabung sedikit demi sedikit sampai memiliki cukup uang untuk membeli setelan jas yang mereka idam-idamkan.
“Mereka lebih suka menghabiskan US$ 100-200 untuk membeli kemeja daripada menabung untuk membeli rumah atau mobil atau sepeda motor,” kata Zaidi, dalam sebuah wawancara dengan Vogue Scandinavia, dikutip Jumat (17/2/2023). Prioritas mereka bukan kestabilan ekonomi, tapi tampil trendi dan kalau bisa menjadi trend-setter di komunitasnya.
Leave a Reply